Kata siapa masak ketupat itu sulit? Ini dia resep ketupat dengan rice cooker anti gagal yang bisa Sobat coba.
Lebaran tanpa ketupat pasti akan kurang lengkap. Biasanya ketupat dihidangkan dengan opor ayam menjelang Hari Raya Idul Fitri. Nah untuk membuatnya pun tidak sulit, Sobat bisa memasak ketupat dengan menggunakan rice cooker saja loh.
Nah ini resep ketupat rice cooker anti gagal yang bisa dicoba sendiri di rumah untuk hidangan Lebaran.
Bahan :
300 gr beras
3 liter air
4 buah janur ketupat
Cara Membuat :
Pastikan janur ketupat sudah bersih, lalu buka satu helai janur untuk mengisi beras.
Isi beras dalam ketupat sekitar seperempat ruang ketupat. Kemudian tutup janur lagi.
Masukkan 3 liter air pada wadah rice cooker dan masukkan ketupat yang sudah diisi beras.
Pilih menu masak bubur jika menggunakan rice cooker digital.
Jika menggunakan rice cooker manual, bisa masak seperti biasa. Jika tombol sudah naik kembali nyalakan.
Periksa ketupat jika sudah keras, lalu tiriskan dari air rebusan.
Diamkan sejenak agar hasil ketupat lebih kenyal. Ketupat siap dihidangkan.
Itu dia resep ketupat dengan rice cooker anti gagal yang bisa Sobat coba di rumah. Nah, jangan lupa untuk memilih jenis beras yang berkualitas supaya hasil ketupat lebih baik. Belanja beras berkualitas di Klik Indomaret aja, satu jam saja pesanan sudah sampai, dan pesanan langsung diantar ke rumah.
Asam lambung menjadi salah satu penyakit yang kerap dialami ketika puasa. Nah berikut cara mengatasi asam lambung naik saat puasa yang bisa Sobat coba.
Puasa merupakan ibadah wajib yang dilakukan oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. Ketika puasa harus menahan diri dari makan dan minum mulai dari fajar hingga matahari terbenam.
Bagi mereka yang sudah terbiasa, maka puasa bukanlah sesuatu yang berat untuk dilakukan. Kecuali bagi yang menderita penyakit seperti asam lambung dan maag. Asam lambung merupakan kondisi cairan asam dari lambung yang mengalami kenaikan dan mengalir ke kerongkongan sehingga menyebabkan nyeri di ulu hati, mual, hingga rasa terbakar di dada.
Kondisi tentunya selain membuat tubuh jadi tidak nyaman ketika melakukan aktivitas sehari-hari selama puasa juga jadi terganggu. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan asam lambung naik seperti makanan yang dikonsumsi, pola tidur, stress, dan lainnya.
Nah, jika asam lambung kerap kambuh selama bulan puasa maka Sobat bisa melakukan beberapa tips berikut ini.
1. Pilih Jenis Makanan
Salah satu penyebab utama asam lambung naik yaitu makanan yang tidak tepat. Oleh karena itu penting untuk memilih makanan yang bisa mencegah asam lambung naik. Seperti susu rendah lemak, atau kacang-kacangan. Makanan ini dapat membantu meredakan gejala asam lambung dan memberikan perlindungan untuk lapisan lambung akibat asam lambung yang berlebihan.
Hindari untuk makan makanan dingin, asam (nanas, asam jawa, dan lainnya), makanan pedas, dan bersantan serta makanan yang banyak mengandung gas seperti kol, kubis, sawi, dan lainnya. Makanan ini dapat merangsang asam lambung keluar lebih banyak sehingga menyebabkan sakit.
Supaya asam lambung tidak kambuh langkah selanjutnya yaitu memperhatikan porsi makan. Hindari menyantap makanan dengan porsi besar secara sekaligus. Hal ini karena mengonsumsi makanan dalam porsi besar dapat membebani kerja pencernaan sehingga menyebabkan naiknya asam lambung.
Nah untuk cegah asam lambung naik saat puasa dengan cara mengubah porsi makan jadi sedikit demi sedikit dulu diawali dengan minuman hangat seperti jahe hangat. Selanjutnya bisa dilanjutkan dengan makanan lain dengan porsi yang lebih banyak secara bertahap.
3. Jangan Makan Terburu-buru
Selain jaga porsi makan, ketika makan juga jangan terburu-buru. Meskipun sudah merasa lapar karena puasa seharian tetapi usahakan makan secara perlahan. Hal ini berguna untuk mengontrol produksi asam lambung tidak naik secara drastis.
4. Minum Air Yang Cukup
Asam lambung yang berlebihan dapat menyebabkan rasa nggak nyaman pada perut, termasuk rasa terbakar di dada, mulas, dan kembung. Oleh karena itu perlu diimbangi dengan asupan air yang cukup.
Air dapat membantu mengencerkan asam lambung yang berlebihan sehingga mengurangi rasa tidak nyaman di perut. Selain itu, air juga dapat membantu menghilangkan racun dari tubuh dan dapat mengoptimalkan fungsi pencernaan.
5. Jangan Stres
Stres menjadi salah satu pemicu naiknya asam lambung pada tubuh. Jadi penting untuk kendalikan emosi dan kelola stress dengan cara yang positif untuk mencegah naiknya asam lambung. Tidak harus melakukan hal yang sulit, cukup istirahat sejenak jika merasa lelah, melakukan relaksasi, atau yoga bisa membantu meredakan stress.
Nah, itulah beberapa tips dan cara mengatasi asam lambung naik saat puasa yang bisa Sobat coba. Selama puasa, Sobat harus lebih bijak memperhatikan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Jangan sampai asam lambung menghambat ibadah puasamu di bulan suci ini.
Berapa kali Anda berdoa setiap hari? Satu, dua, lima, atau berapa? Apakah karena seringnya Anda berdoa hingga tak terhitung jumlahnya, bagaikan buih di lautan. Pernahkah terbesit dalam hati Anda, mengapa doa yang dipanjatkan tak terkabul jua? Jika pernah apa yang terlontar dari lisan ini? Keluhankah? Atau syukurkah?
Maaf, jika keluhan yang Anda uraikan dari lisan yang hina ini, berarti Anda salah besar. Sebab rencana Allah SWT akan lebih baik, jika disandingkan dengan rencana yang ada dipikiran Anda sekarang.
Selamat, jika ucapan syukur yang terlantun merdu dari lisan Anda, semoga Allah SWT menggantikan doa-doa yang Anda panjatkan dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang Anda pinta.
Teringat sebuah kisah pada zaman Sayidina Ali RA, perihal doa yang tak terkabul. Suatu hari Ali RA berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ketika beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang di tengah-tengah jamaah, ia pun berkata, “Ya Amirul Muminin, mengapa doa kami tidak diijabah? Padahal Allah berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu’,” ucapnya penuh amarah.
Sayidina Ali RA menjawab dengan tenang, beliau pun berkata, ”Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan delapan hal.”
Nah, jadi kita jangan sampai berkeluh kesah, apalagi protes dan menyalahkan Allah SWT atas doa-doa yang tidak terkabul. Tetapi, tengok dulu diri yang penuh dosa ini. Sudah pantaskah jika doa yang kita panjatkan diberikan kepada kita?
Yuk, kita lihat apa kedelapan hal yang dimaksud oleh Ali RA.
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Pertama, apakah Anda beriman kepada Allah, mengetahui Allah? Tetapi Anda tidak melaksanakan kewajiban Anda sebagai seorang hamba yang hina kepada-Nya. Maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Kedua, jika Anda mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi Anda menentang sunnahnya dan mematikan syariatnya. Maka, apakah itu yang dinamakan buah dari keimanan?
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Ketiga, Anda membaca Al Quran yang diturunkan melalui Rasul-Nya, tetapi tidak kau amalkan.
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Keempat, Anda berkata, ”Kami mendengar dan kami patuh,” tetapi Anda tentang ayat-ayatnya, dengan melakukan berbagai dosa yang hingga kini, mungkin masih melumuri diri Anda.
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Kelima, Anda menginginkan surga, tetapi setiap waktu melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari surga. Maka, mana bukti keinginanmu itu?
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Keenam, Setiap saat Anda merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap Anda tidak bersyukur kepada-Nya.
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Ketujuh, Allah memerintahkan Anda agar memusuhi syetan seraya berfirman, ”Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang nyala-nyala,” (QS. Al Faathir: 6).
Tetapi apa kenyataannya yang Anda lakukan? Musuhi syetan atau bersahabat dengannya?
Penyebab Doa Tidak Terkabul yang Kedelapan, Anda sering menjadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata sebagai bahan presentasi tatkala berkumpul dengan kawan karib Anda, tetapi Anda lupa, bahwa Anda sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada orang yang Anda cela.
Itu dia, kedelapan kesalahan yang membuat doa kita terhalang, jadi tak usah salahkan Allah SWT dulu, jikalau doa Anda tidak dikabul. Lihat ke dalam diri, sudah baikkah Anda? Sudah pantaskan Anda mendapatkan hal tersebut? Seberapa bertaqwakah Anda? Dan pertanyaan yang lainnya.
Jadi, introspeksi dulu deh, sebelum salahkan Allah SWT atau orang lain. Padahal kesalahan itu, nyatanya datang dari diri kita sendiri? []
Apakah dibolehkan bagi seorang ayah mencium anak perempuannya yang sudah dewasa?
Jawaban:
Hukum asalnya boleh saja. Karena anak dan ayah termasuk mahram, sehingga boleh saja bersentuhan.
Dan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terhadap Fatimah putri beliau, radhiyallahu’anha. Dalam hadis dari Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata:
ما رأَيْتُ أحدًا كان أشبهَ سمتًا وهَدْيًا ودَلًّا . والهدى والدال ، برسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم من فاطمةَ كرَّمَ اللهُ وجَهْهَا ؛ كانت إذا دخَلَتْ عليه قام إليها ، فأخَذَ بيدِها وقبَّلَها وأَجْلَسَها في مجلسِه ، وكان إذا دخَلَ عليها قامت إليه ، فأَخَذَتْ بيدِه فقَبَّلَتْه وأَجَلَسَتْه في مجلسِها
“Aku tidak pernah melihat seseorang yang mirip dengan Rasulullah dalam masalah akhlak, dalam memberi petunjuk, dan dalam berdalil, melebihi Fatimah -semoga Allah memuliakan wajahnya-. Jika Fatimah datang menemui Rasulullah, maka Rasulullah pun berdiri, meraih tangannya, menciumnya dan mendudukkannya di tempat duduknya. Dan jika Rasulullah datang menemuinya, maka Fatimah pun meraih tangan beliau, menciumnya dan mendudukkannya di tempat duduknya” (HR. Abu Daud no. 5217, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Demikian juga pernah dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq terhadap putri beliau, Aisyah radhiyallahu’anha. Dari Al-Barra’ bin ‘Adzib radhiyallahu’anhu:
فَدَخَلْتُ مع أبِي بَكْرٍ علَى أهْلِهِ، فإذا عائِشَةُ ابْنَتُهُ مُضْطَجِعَةٌ قدْ أصابَتْها حُمَّى، فَرَأَيْتُ أباها فَقَبَّلَ خَدَّها وقالَ: كيفَ أنْتِ يا بُنَيَّةُ
“Aku masuk ke rumahnya Abu Bakar bersama beliau. Ketika itu, ada putri beliau, Aisyah, sedang berbaring di tempat tidur karena sakit demam. Maka aku melihat Abu Bakar mencium pipinya Aisyah dan Abu Bakar berkata: bagaimana kabarmu wahai putriku?” (HR. Al Bukhari no. 3917).
Ini semua menunjukkan bolehnya ayah mencium pipi anak putrinya yang sudah dewasa atau sebaliknya, anak wanita mencium pipi ayahnya.
Dan kebolehan mencium anak perempuan jika aman dari fitnah, ada pengecualiannya. Yaitu tidak boleh mencium di bibirnya, karena ini khusus untuk suami atau istri saja. Ibnu Muflih rahimahullah mengatakan:
ولكن لا يفعله على الفم أبدا , الجبهة أو الرأس
“Namun tidak boleh sama sekali mencium (para wanita yang merupakan mahram) di bibir mereka. Hendaknya mencium kening atau kepala mereka” (Al-Adabus Syar’iyyah, 2/256).
Adapun jika ada potensi timbulnya fitnah (godaan syahwat), maka mencium anak perempuan yang sudah dewasa hukumnya menjadi haram bagi sang ayah, demikian juga sebaliknya.
Al-Hijawi rahimahullah mengatakan:
ولا بأس للقادم من سفر بتقبيل ذوات المحارم إذا لم يخف على نفسه
“Tidak mengapa orang yang datang dari safar mencium para wanita yang merupakan mahramnya, jika tidak khawatir pada dirinya (terkena fitnah)” (Al-Iqna‘, 3/156).
Syaikh Musthafa Al-Adawi menjelaskan, “Dibolehkan anak perempuan mencium ayahnya atau ayah mencium anak perempuannya, jika aman dari fitnah (godaan syahwat). Adapun jika berpotensi menimbulkan fitnah (godaan syahwat) maka Allah tidak menyukai semua bentuk kerusakan” (Fiqhu at-Ta’amul ma’al Walidayn, hal. 113).
Yang beliau maksud adalah ayat:
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
“Dan Allah tidak menyukai semua bentuk kerusakan” (QS. al-Baqarah: 205).
Ada sebuah hadis dari Aisyah —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan kepada Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bahwa Nabi Sulaiman ʿAlaihis Salām memiliki kuda bersayap, yakni hadis berikut:
“Suatu hari Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bertanya, ‘Apa ini, wahai Aisyah?’
Dia pun menjawab, ‘Boneka-boneka milikku.’
Beliau bertanya, ‘Yang di tengah-tengah itu apa?’
Aisyah menjawab, ‘Boneka kuda.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apa itu yang ada pada bagian atasnya?’
Aisyah menjawab, ‘Kedua sayapnya.’
Beliau menimpali, ‘Kuda punya dua sayap?’
Aisyah menjawab, ’Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman bin Daud mempunyai kuda yang memiliki sayap?’
Beliau pun tertawa sampai terlihat gigi geraham beliau.” Apakah maksud Ibunda kita, Aisyah, benar-benar Nabi kita Sulaiman mempunyai kuda yang memiliki sayap?
Karena aku percaya bahwa kuda bersayap adalah makhluk fantasi belaka, tapi muncul keraguan dalam diriku tentang apakah hewan ini benar ada atau tidak karena hadis ini.
Mohon penjelasannya.
الجواب
الحمد لله.
لم يرد في الكتاب أو السنة ما يدل على أنه كانت لسليمان عليه السلام خيل ذات أجنحة.
وإنما هي أقوال لبعض أهل العلم يذكرها أئمة التفسير، في تفسير قول الله تعالى:
” حدثني يونس، قال: أخبرنا ابن وهب، قال: قال ابن زيد: ” ( الصَّافِنَاتُ ) الخيل، وكانت لها أجنحة ” وأما الجياد، فإنها السِّراع، واحدها: جواد….
وذُكر أنها كانت عشرين فرسا ذوات أجنحة.
Jawaban:
Alhamdulillah. Tidak ada dalam al-Quran atau Sunah yang menunjukkan bahwa Sulaiman ʿAlaihis Salām memiliki kuda bersayap. Yang ada hanya perkataan beberapa ulama yang disebutkan oleh para imam ahli tafsir dalam penafsiran firman Allah Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan Kami Karuniakan kepada Dawud (anak bernama) Sulaiman; dia adalah sebaik-baik hamba dan dia sungguh sangat taat (kepada Allah). (Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang cepat larinya.” (QS. Sad: 30-31)
At-Tabari — Semoga Allah Merahmatinya — berkata; Yunus mengatakan kepadaku; dia berkata; Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami; dia berkata bahwa Ibnu Zaid berkata, “Ṣāfināt adalah kuda. Kuda ini memiliki sayap. Adapun Jiyād adalah yang kencang larinya. Bentuk mufradnya adalah Jawād.” Disebutkan bahwa kuda-kuda tersebut berjumlah dua puluh yang semuanya bersayap.
حدثنا محمد بن بشار، قال: حدثنا مؤمل، قال: حدثنا سفيان، عن أبيه، عن إبراهيم التيمي، في قوله: ( إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ ) قال: كانت عشرين فرسا ذات أجنحة. ” انتهى من “تفسير الطبري” (20/ 82-83).
وقال ابن كثير رحمه الله تعالى:
” وقال ابن جرير: حدثنا محمد بن بشار، حدثنا مؤمل، حدثنا سفيان، عن أبيه سعيد بن مسروق، عن إبراهيم التيمي في قوله: (إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ) قال: كانت عشرين فرسا ذات أجنحة. كذا رواه ابن جرير.
Muhammad bin Basyar mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muammal mengabarkan kepada kami, dia berkata; Sufyan mengabarkan kepada kami dari ayahnya dari Ibrahim at-Taimi tentang penafsiran firman Allah Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “(Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang cepat larinya.” (QS. Sad: 31)
Maksudnya adalah dua puluh kuda-kuda yang bersayap. Selesai kutipan dari Tafsir at-Tabari, 20/82-83)
Ibnu Katsir —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa Ibnu Jarir mengatakan; Muhammad bin Basyar mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muammal mengabarkan kepada kami, dia berkata; Sufyan mengabarkan kepada kami dari ayahnya, Said bin Masruq, dari Ibrahim at-Taimi tentang penafsiran firman Allah Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “(Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang cepat larinya.” (QS. Sad: 31)
Dia mengatakan bahwa maksudnya adalah dua puluh kuda-kuda yang bersayap. Demikian Ibnu Jarir meriwayatkan.
وقال ابن أبي حاتم: حدثنا أبو زرعة، حدثنا إبراهيم بن موسى، حدثنا ابن أبي زائدة، أخبرني إسرائيل، عن سعيد بن مسروق، عن إبراهيم التيمي، قال: كانت الخيل التي شغلت سليمان، عليه الصلاة والسلام عشرين ألف فرس، فعقرها وهذا أشبه. والله أعلم.
Ibnu Abi Hatim berkata; Abu Zur’ah mengabarkan kepada kami; Ibrahim bin Musa mengabarkan kepada kami; Ibnu Abu Zaidah mengabarkan kepada kami; Israil mengabarkan kepadaku dari Said bin Masruq dari Ibrahim at-Taimi yang mengatakan bahwa kuda-kuda yang membuat Sulaiman ʿAlaihis Salām sibuk berjumlah dua puluh ribu kuda, lantas beliau menyembelihnya. Ini yang lebih tepat. Allah Yang lebih Mengetahui.
Abu Daud meriwayatkan bahwa Aisyah —Semoga Allah Meridainya— berkata, “Suatu hari, Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam pulang dari perang Tabuk atau perang Khaibar, sementara di kamar Aisyah ada kain penutup. Ketika angin bertiup, tersingkaplah boneka-boneka mainan Aisyah, lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bertanya,
‘Apa ini wahai Aisyah?’
Dia pun menjawab, ‘Boneka-boneka milikku.’
Beliau melihat di antara boneka mainan itu ada boneka kuda yang punya dua sayap.
Lantas beliau pun bertanya kepada Aisyah, ‘Yang aku lihat di tengah-tengah itu apa?’
Aisyah menjawab, ‘Boneka kuda.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apa itu yang ada pada bagian atasnya?’
Aisyah menjawab, ‘Kedua sayapnya.’
Beliau menimpali, ‘Kuda punya dua sayap?’ Aisyah menjawab, ’Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang memiliki sayap?’
Beliau pun tertawa hingga aku melihat gigi beliau.” (HR. Abu Dawud no. 4934, dan dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Ṣaḥiẖ Abī Dāwūd).
يدل على أنها لم تسمع عن هذه الخيل من النبي صلى الله عليه وسلم، وأيضا بدليل تعجبه صلى الله عليه وسلم من ذلك حيث قال: ( فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ؟).
فالظاهر أن هذا من الأخبار التي سمعها أهل المدينة من أهل الكتاب من اليهود.
ولعل النبي صلى الله عليه وسلم سكت عن موافقتها وعن الإنكار عليها؛ بسبب عدم ورود وحي في ذلك، وما يخبر به أهل الكتاب من أخبار الأنبياء السابقين – التي لم يأت فيها وحي للنبي صلى الله عليه وسلم – فإنهم لا يصدَّقون ولا يكذَّبون فيها.
Aisyah —Semoga Allah Meridainya— mengatakan, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang memiliki sayap?” Hal ini menunjukkan bahwa dia —Semoga Allah Meridainya— tidak mendengar tentang kuda-kuda ini dari Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Ini juga menunjukkan bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam terheran-heran dengan mengatakan, “Kuda punya dua sayap?” Tampaknya ini berasal dari cerita yang dia dengar dari orang-orang Ahli Kitab Yahudi di kota Madinah.
Barangkali Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam diam tidak mengiyakan atau mengingkarinya karena tidak adanya wahyu tentang ini.
Adapun cerita-cerita yang dikatakan orang-orang Ahli Kitab tentang kabar-kabar para nabi terdahulu, yang tidak diwahyukan kepada Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, maka tidak boleh dibenarkan maupun diingkari.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah —Semoga Allah Meridainya—, dia berkata bahwa dahulu orang-orang Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menjelaskannya kepada orang-orang Islam dengan bahasa Arab.
Lantas Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Jangan kalian mempercayai Ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka, katakan saja: ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, ….’ (QS. Al-Baqarah: 136)” (HR. Bukhari, no. 4485)
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Namlah al-Anshari dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Jika ada Ahli Kitab yang menceritakan kepada kalian, janganlah kalian benarkan mereka dan jangan pula mendustakan mereka. Katakan saja, ‘Kami beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,’ sehingga jika memang itu benar, maka kalian tidak mendustakannya dan jika memang itu batil, maka kalian tidak membenarkannya.” (HR. Abu Daud no. 3644, dan dinilai sahih oleh al-Albani dalam Silsilah al-Āẖādīts aṣ-Ṣaẖīẖah (6/712).
قال ابن رسلان رحمه الله تعالى:
” ( قالت: أما سمعت أن ) أي: أنه كان ( لسليمان ) بن داود عليهما السلام ( خيلا لها أجنحة؟ ) تطير بها، فأما في الدنيا فلا أدري…
(قالت: فضحك) رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم- (حتى رأيت نواجذه) النواجذ من الأسنان الضواحك، وهي التي تبدو عند الضحك…
وسبب تبسّمه، واللَّه أعلم، ملاطفة عائشة دون أن يقال: إن إقراره دليل وقوعه. لا سيما مع استبشاره بالضحك، إلا أن يبين ذلك. أو يقال: سكت عليه لأنه لم يوحَ إليه بإثبات ولا نفي ” انتهى من “شرح سنن أبي داود” (19/ 13—15).
تنبيه: قوله “تبسمه”: ثبت في الكتاب “تسميته”: وهو تحريف، والصواب ما أثبتناه.
فالحاصل؛ أنه لم يرد نص ثابت من الوحي بأنه كانت لسليمان عليه السلام خيل ذات أجنحة.
والله أعلم.
Lihat Juga
Ibnu Ruslan —Semoga Allah Merahmatinya— mengatakan:
Aisyah mengatakan, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa …” maksudnya bahwa dahulu Sulaiman bin Dawud ʿAlaihis Salām memiliki kuda bersayap yang bisa terbang? Adapun di dunia ini, aku juga tidak tahu. Aisyah —Semoga Allah Meridainya— berkata, “Beliau pun tertawa …” yakni Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam “… hingga aku melihat geraham beliau.” An-Nawājidz termasuk gigi Ḏawāẖik, yakni gigi yang kelihatan ketika tertawa.
Adapun alasan beliau tertawa—Allah Yang lebih Mengetahui—adalah menjaga keakraban dengan Aisyah. Tidak bisa dikatakan bahwa diamnya beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam adalah dalil kebenarannya, apalagi disertai dengan tawa, kecuali jika beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memang menjelaskannya. Bisa juga dikatakan bahwa diamnya beliau perihal itu karena belum diwahyukan kepada beliau tentang benar dan tidaknya hal itu. Selesai kutipan dari kitab Syarah Sunan Abi Dawud (19/13-15).
Perhatian: perkataan penulis “tabassumuhu” tertulis dalam kitab “tasmiyatuhu”, ini keliru, yang benar adalah apa yang telah kami tuliskan.
Kesimpulannya, tidak ada dalil sahih dari wahyu Allah yang menyatakan bahwa Sulaiman ʿAlaihis Salām memiliki kuda bersayap. Allah Yang lebih Mengetahui.
HAFALAN hadist Imam Ahmad bin Hambal sungguh sangat luar biasa. Banyak yang dihafal. Banyak yang beliau baca dan kaji dari kitab-kitab hadits. Kehebatan hafalan beliau dipersaksikan oleh para imam dan ahli hadits di zamannya.
Abu Zur’ah berkata, “Ketika Ahmad bin Hambal wafat, aku kumpulkan karya-karyanya, ternyata mencapai lebih dari 12 pikul. Tidak ada riwayat atsar dan hadits yang tertulis dengan tinta baik di sampul kitab atau di dalam isinya, kecuali semua telah dihafal oleh Ahmad lengkap dengan jalur perawinya.”
Abu Zur’ah juga pernah berkata kepada Abdullah bin Ahmad bin Hambal, “Ayahmu menghafal sejuta hadits.”
Abdullah berkata, “Dari mana engkau tahu wahai Abu Zur’ah?”
“Aku pernah bermajelis dengan ayahmu. Beliau sebutkan hadits-hadits itu dari hafalannya. Aku kumpulkan menjadi sekian banyak bab.”
Adz Dzahabi memberikan catatan kaki bahwa yang dihafal oleh Ahmad hingga mencapai sejuta itu bukan hanya hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi termasuk atsar shahabat, fatwa tabi’in, tafsir mereka, dan ucapan-ucapan yang semisal dari para salaf. Adapun matan (naskah asli) dari hadits yang diriwayatkan sampai Nabi (tanpa menghitung yang terulang) sekitar 10.000 hadits.
Ali bin Al Madini menyaksikan bahwa di zaman beliau tidak ada yang lebih hebat hafalannya dari pada Ahmad bin Hambal. Walaupun begitu, ketika beliau menyampaikan hadits, kitab yang berisi riwayat-riwayat hadits itu selalu ada di hadapannya. Sungguh hal ini menunjukkan kehati-hatian yang sangat tinggi dari seorang imam yang kuat hafalannya. Ambillah sikap beliau ini teladan bagi kita dalam menyampaikan ilmu. Jangan bersikap ceroboh. Sampaikanlah ilmu dengan cermat dan hati-hati.
Pembaca, ketinggian derajat yang telah dicapai oleh Imam Ahmad dalam ilmu adalah hasil dari tekad baja dan keteguhan jiwa dalam menuntutnya. Jiwa raga ini, jika dicurahkan untuk menggali ilmu maka mutiara-mutiara yang terpendam akan terkuak. Imam Ahmad bin Hambal begitu serius dalam menuntut ilmu. Waktu yang panjang dilalui. Perjalanan yang jauh ditempuhnya. Kefakiran ia jalani dengan penuh kesabaran. Tak rela disibukkan dengan urusan mencari nafkah. Ia pun tunda menikah untuk menggali dan mendulang mutiara-mutiara yang lebih berharga.
Coba kita perhatikan bagaimana kesungguhan sang imam dalam menuntut ilmu. Al Khallal bercerita bahwa Waki’ bila hari telah gulita, ia berlalu dari majelis hadits dan saling mengingatkan bersama Ahmad. Keduanya berdiri di dekat pintu lalu masing-masing bergantian membacakan hadits demi hadits lengkap dengan perawinya.
Waki’ terlebih dahulu membacakan hadits, “Ahmad! Aku akan bacakan untukmu sebuah hadits yang aku dengar dari Sufyan.”
Lihat Juga:
“Baik. Bacakanlah.”
“Apakah engkau hafal hadits Sufyan dari gurunya, Salamah bin Kuhail, yang lafazhnya demikian dan demikian?”
“Ya aku hafal hadits ini. Namun aku mendengarnya dari Yahya dari gurunya, Salamah bin Kuhail, juga dari Abdurrahman dari gurunya, Salamah bin Kuhail. Lalu sekarang aku mendengarnya darimu dari Sufyan dari Salamah.”
Setelah itu giliran Imam Ahmad, “Wahai guruku, apakah engkau pernah dengar hadits yang lafazhnya demikian yang juga datang dari Salamah bin Kuhail?”
“Tidak.”
Kemudian Imam Ahmad membacakan hadits tersebut lengkap dengan perawinya.
Demikianlah secara bergantian pengulangan hafalan ini berlalu tanpa peduli waktu. Dan baru berhenti ketika seorang pelayan mengingatkan kedua imam ini bahwa malam telah larut. Kegiatan ini bukanlah terjadi sekali dua kali namun sudah menjadi kebiasaan bagi Imam Ahmad dan gurunya. Tak heran jika Ahmad begitu hafal dengan hadits-hadits yang beliau dapatkan dari jalan gurunya, Waki’ bin Al Jarrah.
Di antara buktinya, beliau pernah meminta kepada anaknya, Abdullah untuk mengambil salah satu kitab hadits dari Waki’ bin Al Jarrah lalu menyuruhnya untuk membaca sembarang hadits yang ada dalam kitab tersebut.
“Bacalah lafazh hadits sekehendakmu! Aku akan sebutkan sanad haditsnya. Atau sebaliknya, sebutkan sanad perawinya, niscaya akan aku bacakan hadits yang diriwayatkan.” []
Ada sebagian orang yang meletakkan mushaf Alquran di lantai, baik saat dibaca ataupun tidak. Ada yang menganggap terlarangnya meletakkan mushaf Alquran di lantai, karena dia harus di tempat yang tinggi dengan dalil Alquran, surat Abasa, ayat 14, “Yang ditinggikan dan disucikan.”
Sebagian ulama mengharamkan tindakan meletakkan mushaf Alquran di lantai. Muhammad bin Sulaiman Al-Bajirami (salah satu ulama Mazhab Syafi’iyah) mengatakan, “Haram hukumnya meletakkan mushaf di lantai, namun harus diangkat, meskipun hanya sedikit.” (Tuhfah Al-Habib Syarh Al-Khatib, 3:322)
Akan tetapi, jika tidak terdapat tempat yang lebih tinggi dari lantai untuk meletakkan Alquran, sementara jika dibawa terus akan menyulitkan kita dalam melakukan kegiatan yang lain, maka mushaf tersebut boleh diletakkan di lantai, dengan syarat lantainya harus suci, Allahu a’lam.
Hukum Menyimpan Mushaf Al-Quran di Lantai: Di Tempat yang Tinggi Lebih Utama
Meletakkan mushaf di tempat yang tinggi lebih utama, seperti di atas kursi, rak yang menempel di tembok, atau yang semisalnya dari tempat yang tinggi di atas tanah atau lantai.
Dan jika meletakkannya di atas tanah yang suci atau lantai karena keperluan tertentu dan bukan dalam rangka menghinakannya, seperti ketika shalat sementara tidak didapati tempat yang tinggi, atau ketika hendak sujud tilawah, maka yang seperti ini tidak mengapa insya Allah dan aku tidak mengetahui larangan dalam hal ini. Namun jika diletakkan di atas kursi, bantal atau yang semisalnya, atau di rak, maka ini lebih menjaga kehati-hatian (dari terjerumus ke dalam kesalahan).
Hukum Menyimpan Mushaf Al-Quran di Lantai:
Telah tetap dari Nabi Muhammad ﷺ bahwa ketika beliau meminta didatangkan Taurat untuk dimuraja’ah (dilihat kembali) karena orang-orang Yahudi mengingkari (pensyariatan) hukum rajam (ada dalam Taurat), beliau pun meminta untuk didatangkan sebuah kursi dan meletakkan Taurat tersebut di atasnya.
Kemudian beliau memerintahkan untuk memuraja’ah kembali Taurat sampai ditemukannya ayat yang menyebutkan pensyariatan hukum rajam dan menunjukkan kedustaan orang Yahudi tersebut.
Hukum Menyimpan Mushaf Al-Quran di Lantai: Tunjukkan Pengagungan pada Al-Quran
Jika kitab Taurat saja disyariatkan untuk diletakkan di atas kursi karena di dalamnya terdapat Kalamullah SWT, maka Al-Qur`an itu lebih berhak untuk diletakkan di atas kursi karena Al-Qur`an lebih utama daripada Taurat.
Meletakkan mushaf Al-Qur`an di atas tempat yang tinggi seperti kursi, atau diletakkan di rak yang menempel dinding atau celah pada dinding tersebut, maka ini lebih utama dan yang semestinya dilakukan. Karena yang seperti ini menunjukkan pengagungan terhadap Al-Qur`an dan pemuliaan terhadap Kalamullah.
Bulan Muharram 1444 H, umat Islam menjalankan puasa sunah Asyura. Lantas, bagaimana jika qadha Ramadhan tahun lalu belum ditunaikan? Bolehkan menggabungkan puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunah di bulan Muharram?
Pertanyaan serupa pernah diajukan seorang Muslimah di Amerika Serikat, yakni bagaimana hukumnya apabila ia menggabungkan qadha puasa Ramadhan dengan puasa sunnah Muharram di saat bersamaan?
Dikutip dari About Islam, Kamis (4/8/2022), menanggapi pertanyaan itu, Dosen senior dan ulama di Institut Islam Toronto, Ontario, Kanada Sheikh Ahmad Kutty mengatakan ada dua pandangan ulama terkait hal tersebut. Bagaimana hukum menggabungkan puasa Muharram dan puasa Ramadhan yang ditinggalkan.
“Menurut pandangan pertama, Anda tidak dapat melakukan itu karena Anda harus berpuasa masing-masing secara terpisah,” kata Ahmad Kutty.
Sedangkan, pandangan kedua, yang dianut oleh sebagian ulama, seseorang dapat membuat niat ganda untuk kedua puasa itu, dengan demikian akan mendapat pahala untuk keduanya.
“Setelah mengatakan ini, izinkan saya menyarankan, lebih baik bagi Anda untuk mengqadha puasa Ramadhan yang Anda lewatkan terlebih dahulu dan kemudian melakukan puasa beberapa hari lain untuk mengganti puasa yang disarankan, jika Anda bisa,” kata Ahmad Kutty.
Jika Anda tidak dapat melakukan ini, Anda mungkin masih mendapatkan berkah melalui jenis perbuatan baik lainnya yang Anda mampu. Seperti mengunjungi orang sakit, memberi sedekah, melakukan sholat sunnah, berlatih keteguhan dalam berdzikir, dan memperbanyak membaca Alquran.
“Ingat, tidak ada kelangkaan dalam berbuat baik. Mereka ada di sekitar kita, jika saja kita mau membuka mata dan meluangkan waktu,” kata dia. []
Pada hari lebaran, banyak rutinitas yang umat Islam lakukan mulai dari shalat Ied hingga bersilaturahmi dengan tetangga ataupun keluarga. Menggunakan baju muslim atau koko merupakan outfit yang paling tepat untuk digunakan di hari lebaran nanti.
Modest fashion is the style in which everyone feels at ease with respect to their own principle.
Meski demikian, baju koko sendiri memiliki berbagai macam jenis. Jika dilihat dari panjang lengannya terdapat tiga jenis baju koko untuk pria. Berikut kami sajikan perbedaan baju koko yang perlu para pria tahu!
1. Baju Koko Lengan Panjang
Di hari lebaran nanti, kamu bisa tampil cukup formal jika berencana berkunjung ke rumah kerabat yang kamu segani dengan menggunakan baju koko lengan panjang. Dengan baju tersebut, tampilan kamu akan terlihat jauh lebih berwibawa dan juga rapi.
2. Baju Koko Lengan 3/4
Jika kamu merasa tidak begitu nyaman menggunakan baju koko lengan panjang, maka pilihan menggunakan baju koko lengan 3/4 bisa jadi opsi yang tepat. Jenis baju ini akan membuat ukuran lengan kamu jadi tersamarkan. Baju ini cukup multifungsi karena bisa digunakan untuk acara santai ataupun semiformal.
Jika kamu berencana bertemu rekan-rekan terdekat kamu dan ingin menciptakan suasana yang santai, maka kamu bisa memilih menggunakan baju koko lengan pendek. Baju ini juga cocok untuk digunakan hangout namun tetap memberikan nuansa idul fitri.
Tips Memilih Baju Koko
Ada dua hal yang bisa kamu pertimbangkan dalam memutuskan memilih baju koko yang diantaranya:
Biasanya banyak merek yang menjual baju koko secara satu set yang dilengkapi juga celananya. Jika kamu membeli satu set, maka kamu tak perlu pusing lagi untuk memadu padankan baju dan celanamu. Selain itu, biasanya pakaian set seperti ini dibanderol dengan harga yang jauh lebih hemat.
2. Pilih Baju Koko dengan Material Yang Nyaman
Sejatinya ada dua jenis material yang nyaman digunakan untuk membuat baju koko yaitu katun dan moscrepe. Perbedaannya adalah bahan katun akan terasa halus dan juga ramah di kulit, sementara bahan moscrepe lebih ringan dan tidak mudah kusut.
Saat kamu mencintai seseorang, baik lawan jenis, orang tuamu, saudaramu, gurumu, teman temanmu. maka kamu akan memiliki makna jauh lebih banyak tentang mencintai seseorang.
Di sini terdapat empat macam cinta yang wajib dibedakan. Sebab orang yang tidak membedakannya pasti akan tersesat karenanya.
1. Mahabatullah (cinta kepada Allah). Hal ini saja belum cukup untuk menyelamatkan seseorang dari adzab Allah dan memperoleh pahala-Nya. Sebab. kaum musyrikin, penyembah salib, bangsa Yahudi, dan selain mereka juga mencintai Allah.
2. Mahabbatul maa yuhibbullah (mencintai perkara yang dicintai Allah). Perkara inilah yang memasukkan pelakunya ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekufuran.
3. Al-Hubb lillah wa fillah (mencintai karena Allah dan dalam ketaatan kepada-Nya). Hal ini merupakan syarat dari mencintai perkara yang dicintai oleh-Nya. Sungguh, mencintai sesuatu yang dicintai tidak akan tegak, melainkan dengan mencintai karena Allah dan dalam ketaatan kepada-Nya.
4. Al-Mahabbatu ma’allah (mencintai selain Allah bersama Allah). Ini adalah kecintaan yang syirik. Barang siapa yang mencintai sesuatu bersama Allah bukan karena Allah, bukan sebagai sarana kepada-Nya, dan bukan dalam ketaatan kepada-Nya, maka dia telah menjadikan sesuatu tersebut sebagai tandingan bagi Allah. Seperti inilah kecintaan kaum musyrikin.
Tinggallah bagian kelima yang tidak termasuk dalam pembahasan kali ini, yaitu asa cinta yang sejalan dengan tabiat. Bentuknya adalah kecenderungan seseorang terhadap perkara yang sesuai dengan tabiatnya, seperti seseorang yang haus mencintai air, seseorang yang lapar mencintai makanan, seseorang yang mencintai tidur, istri, anak, dan sebagainya, Kecintaan ini tidak tercela, kecuali jika cinta tersebut melalaikan dari mengingat Allah dan yang menyibukkan hamba dari mencintai-Nya.
“Orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah...” (QS. An-Nuur: 37)
Ditulis ulang dari buku Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ Macam-Macam Penyakit Hati yang Membahayakan dan Resep Pengobatannya, Ibnu Qayyim al-Jauziyyyah, Cetakan ke tiga, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta: 2011 (halaman 442-444)